Thursday, October 19, 2006

Untuk Gus Imron


kabare JKT tetep apik. monas masih berada di tempatnya. demikian juga bundaran HI masih ada air mancurnya. tapi kalau ada air mata seorang Dewi tumpah di SBY, kukira itu bukan kabar yg bagus. apalagi kalau tumpahnya tepat di hadapanmu, sedangkan kutahu kamu cukup 'kebal' dengan rengekan dan sesenggukan seorang perempuan.

soal lowongan kerja, sampai hari ini memang yang bisa aku akses cuma itu. mohon maaf kalau aku kurang rajin nyari info yang lebih pas untukmu.

apa yang kamu tulis benar: duit bukan segala-galanya. tetapi kalau sudah sarjana masih ngutang ke ortu kan dzalim namanya. ngutang ke pacar? wah, ini lebih parah lagi. aku telah merasakannya, bahkan sampai hari ketika aku menulis e-mail ini. hati ini bukan saja tidak tenang, tapi juga diributi rasa sesal tak berkesudahan.

soal ngurus bojo, aku memang kurang ahli. sama persis dengan ketika aku mendekati seorang perempuan lain, selain si Dewi. aku juga kurang ahli. artinya, filosofi lama tampaknya harus aku pegang: fly with the wind. jalani saja ke mana angin berembus.

tapi bukan berarti aku hendak terbang sejauh mungkin kayak lagunya UNGU itu. ini hanya menyangkut babakan dalam hidup saja. mari melarikan kaki, selagi jumlah kaki kita masih genap; selagi tidak cedera. dan mari menjaga hati, selagi hati belum mati rasa.

so, kaki dan hati memang harus 'bergerak'! karena itulah aku di sini; di kota yang siap mengganjar tiap kesalahanku dengan ungkapan "ANJING LOE!"

namun pada dasarnya JKT tak jauh beda dengan SBY. keduanya sama-sama ditopang dengan kerakusan dan kenekadan. maka hidup di JKT sesungguhnya hanya meneruskan saja episode kerakusan dan kenekadan yang pernah aku alami di SBY.

tentang hal ini aku kira kamu juga cukup tahu. kamu telah merasakannya, beberapa bulan yang silam. tetapi yang mesti diingat, pasti ada beda cara kita mempersepsi keadaan. tentu strategi yang kita terapkan juga tidak identik. kalau aku suka 4-3-3, mungkin kamu suka 4-4-2. seperti itulah tamsilnya.

di JKT aku bergaul dengan orang-orang yang sama sekali baru. sejauh ini pergaulanku masih dengan kawan-kawan seprofesi. kalaupun ada pihak lain, mereka adalah para advokat, para praktisi hukum, aktivis HAM (Kontras, Wahid Institute, ICRP, dll), dan tentu saja pemilik warteg depan kontrakan.

dunia yang baru dengan orang-orang yang baru sungguh menakjubkan, di samping menjengkelkan tentunya. menakjubkan karena aku nyaris tak pernah menduga bisa masuk dalam 'lingkaran pusat'. JKT adalah pusat tanah-air kita, dan orang-orang yang mendiaminya tidak lain adalah para penentu nasib 250 juta penduduk nusantara. tapi JKT dan penghuninya juga menjengkelkan. tingkat keangkuhannya melampaui ambang batas. demikian juga derajat materialisme-nya. benda, fisik, dan performance adalah 'berhala'. karena itu bisa kamu bayangkan betapa tidak bernilainya aku dihadapan para pemuja 'berhala' itu karena aku tak punya benda berharga; fisikku juga yang jauh dari standart, dan masih diperparah dengan performance-ku yang mirip penderita busung lapar. sangat-sangat mengotori pemandangan ibu kota, bukan?

untungnya aku masih menyisakan sedikit spiritualisme, meski kamu tahu aku bukan seorang muslim yang rajin dan bukan pula seorang calon suami yang soleh. dengan sisa-sisa spiritualisme itu aku berusaha memaknai ketakjuban dan kejengkelanku pada kota ini. pada akhirnya aku makin mengerti, harapan untuk eksis selalu terbentang lebar. kuncinya cuma satu: belajar! memaksakan diri untuk terburu-buru 'menikmati' gegap-gempita ibu kota sama halnya dengan melahirkan bayi ketika usia kandungan masih 5 bulan: mati prematur!

karena itulah tiap detikku kuperuntukkan untuk belajar. termasuk belajar mengais nafkah untuk modal mendirikan keluarga sakinah. maka jangan her(m)an kalau aku cukup kerasan tinggal di kota yang masyarakatnya gemar membusungkan dada dan memelototkan mata ini. toh di sini aku cuma sedang belajar!

dengan gambaran seperti itu, sudah sewajarnya aku mulai menyongsong apa yang disebut dengan 'era kedewasaan'. kedengarannya klise dan layak ditertawakan. tetapi begitulah pilihan hidup yang kini benar-benar aku yakini kesahihannya.

cukup sekian dulu kabar dariku. jangan lupa, perbanyak ibadah agar bisa merengkuh laila anaknya pak badar, eh......maksudku lailatul qadar!!!